Penolakan RUU Minuman Beralkohol ramai dibicarakan oleh masyarakat, khususnya para peminum. Pasalnya, RUU ini telah masuk ke dalam Prolegnas. Hal ini menjadi keresahan baru setelah adanya UU Cipta Kerja—cuman ya, tidak sampai demo sih, minimal demo di sosmed, lah!— terlepas perihal isi dari RUU ini, topik minuman keras yang dimasukan ke dalam RUU dan sudah sampai ke Prolegnas, seakan tidak ada hal yang lebih penting dari pada mengurus soal ini. Lalu, apa kabar RUU PKS yang urgensinya mungkin lebih penting, namun sampai sekarang tidak masuk Prolegnas? HEHE
Menanggapi RUU kontroversial baru-baru ini, duo post-dangdut elektronika Libertaria berkolaborasi dengan Sirin Farid Stevy (FSTVLST) untuk merilis video klip baru berjudul “Orang miskin dilarang mabuk”. Alasan dibuatnya video klip ini disebabkan karena permintaan publik yang begitu besar “kami sudah mahfum bahwa lagu ini suatu saat akan menemukan konteksnya, jadi pasti liriknya mewakili rasa ‘muak’ Anda tentang RUU Minuman Beralkohol—jujur, penulis merasa aneh jika menyingkatnya menjadi minol, hahaha—yang coba digoreng oleh wakil rakyat kita (meskipun mungkin Anda tidak pernah memilihnya)” ucap Marzuki Mohammad melalui akun resminya di Instagram (@killthedj).
Kita mungkin dulu pernah mendengar bahwa “orang miskin dilarang sakit” dan sekarang ada lagu berjudul “orang miskin dilarang mabuk”. Apakah mereka terinspirasi dari kalimat ini? Masyarakat juga ada yang berstigma bahwa “udah miskin malah mabuk-mabukan”. Di lagu ini, ada sedikit penjelasan saat Farid Stevy dapat bagian menyanyikan liriknya. Yang berisi;
Orang miskin kerja membanting tulang
Butuh obat stress tapi kok dilarang
Stress itu adalah hak asasi
Orang miskin juga butuh kanalisasi
Lagu ini sebenarnya sudah ada sejak 4 tahun yang lalu, 2016. Libertaria memasukannya ke dalam abum “kewer-kewer”. Hanya saja, penulis cukup terlambat untuk mengetahui lagu ini. Walaupun sudah dirilis sejak 4 tahun yang lalu, rasanya lagu ini masih related dengan suasana saat ini.
Pada RUU Minuman Beralkohol Bab III Larangan Pasal 8 Ayat 2e disebutkan bahwa tempat-tempat yang diizikan oleh peraturan perundang-undangan meliputi toko bebas bea, hotel bintang lima, restoran dengan tanda talam kencana dan talam selaka, bar, pub, klub malam, dan toko khusus penjualan minuman beralkohol. Nah, toko khusus penjualan minuman beralkohol ini pun masih rancu. Pasalnya, masih ada penggerebekan lapo, sementara lapo yang kita ketahui adalah sejenis kedai yang menjual minuman khas, yakni tuak yang merupakan minuman beralkohol tradisional. Jadi, jika toko khusus yang dimaksud itu apa dong? Jadi ya kalau mau mabuk, intinya harus kaya lah, ya?
Masuk ke pembahasan soal videoclip. Di atas meja nampak jelas dua buah botol dengan tulisan ‘miras nenek moyang’ milik Farid Stevy dan ‘orang miskin dilarang mabok’ milik Marzuki Mohamad. Gelas yang dipakai pun sangat merepresentasikan kehidupan si kaya dan si miskin, Marzuki dengan gelas wine, dan Farid menggunakan gelas yang biasa kita lihat di kedai-kedai.

“Malam ini, dengan tulisan pada botol hijau tua dan hitam ini, sa yakin, beliau moyang yang mendampingiku marah bukan karena perkara baik dan buruk, bukan karena urusan dogma dan norma, tapi karena ga kebagian, pengen melu mendem” ucap Farid Stevy melalui akun resminya di Instagram (@faridstevy).
Pakaian yang mereka pakai seakan mengidentifikasi. Marzuki menggunakan jas pejabat, lengkap dengan peci dan lencana Pancasila yang disematkan di kerah jas-nya. Sementara Farid menggunakan baju kaos, topi, dan kain putih yang biasa digunakan untuk mengelap keringat. Setelah menuangkan minuman, perbedaan juga terlihat jelas. Farid menghisap rokok yang telah hampir menjadi puntung dan dibakar lagi, sedangkan Marzuki menghisap cerutu.
Di dalam videoclip ini Farid dan Juki yang menyanyikan lagu “Orang Miskin Dilarang Mabuk” bersama-sama. Layaknya dua orang sedang berkomunikasi satu sama lain. Namun, di bagian akhir lagu, farid stevy berbicara di luar nyanyian. Yang isinya:
Orang miskin berhitung dengan jari
Sejumlah sisa bahagia yang masih ada
Di ujung hari mereka
Sedikit saja
Untuk teman menari
Sedangkan mereka, mereka, dan mereka di seberangnya
Berhitung dengan pentung, menjumlah dengan serakah
Apapun demi untung yang bergulung-gulung
“Sebanyak-banyaknya banyak” adalah rima senandung kuasa mereka.
Dan Farid pun melepar isi gelasnya ke pada si pejabat, namun pejabat tersebut malah menghilang. Karena ini adalah review dan menjadi opiniku pribadi, aku akan mencoba menggunakan Anabel (Analisis Gembel) ku. Aku menganggap saat Farid berbicara di akhir lagu dengan kalimat di atas, adalah suara yang ia sampaikan ke pada si pejabat, namun si pejabat tersebut malah menghilang. Apa mungkin itu ada kaitannya dengan para wakil rakyat yang malah hilang dan lari saat rakyatnya bersuara?
“Semoga lirik lagu ini bisa mewakili kalian semua yang lagi “muak” dengan RUU Minol yang diusulkan oleh yang terhormat wakil rakyat kita (meskipun mungkin Anda tidak memilihnya). Junjung terus warisan tradisi, lestarikan miras nenek moyang, dan buktikan bahwa Anda bisa mengkonsumsinya dengan penuh tanggung jawab alias “drink responsibly. Enjoy!!” tulis Kill The DJ dalam unggahan pada channel YouTube-nya.
Berkemungkinan besar jika lagu akan sering diputarkan, dan kita dengarkan di karaoke party atau kedai-kedai minuman.
Foto: Official Account Youtube Kill The TV