Kondisi Negara yang masih dilanda virus Covid-19 diperparah dengan pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja oleh DPR. Alih-alih menguntungkan dan diterima oleh masyarakat, UU ini malah dianggap merugikan banyak orang dan diprotes melalui demonstrasi di hampir seluruh kota di Indonesia.
Berbagai elemen masyarakat menggelar aksi sebagai bentuk penolakan UU Cipta Kerja. Penolakan juga terjadi di jagat dunia maya seperti Instagram dan Twitter, banyak netizen yang menaikan tagar #MosiTidakPercaya hingga menjadi trending. Bukan hanya disuarakan oleh masyarakat yang turun ke jalan atau netizen, kritikan juga disampaikan para musisi, ada beberapa lagu yang dinyanyikan sebagai nyanyian perlawanan. Lagu tersebut tidak baru dirilis, namun rata-rata lagu ini sudah lama dinyanyikan, yang artinya meskipun sudah rilis dari lama, lagu ini masih relate dengan hal yang terjadi saat ini.
Depan Monitor sempat meliput sebuah demonstrasi di Padang pada 8 Oktober 2020 kemarin, namun kami tidak meliput aksi secara keseluruhan. Ada beberapa lagu yang dinyanyikan saat aksi berlangsung.
Iwan Fals-Surat Buat Wakil Rakyat
Dirilis pada rezim Orde Baru, 1987. Terlihat lagu ini mengandung kritikan yang frontal. Saking frontalnya, lagu ini sempat dilarang tayang di televisi lantaran dinilai bisa menganggu stabilitas politik. Lagu ini dinyanyikan pada aksi kemarin oleh mahasiswa, dengan niat menyindir DPR. Hal itu terungkap setelah nyanyian itu dinyanyikan, kata-kata makian untuk DPR dilontarkan oleh massa aksi.
Namun, Iwan Fals sendiri dianggap tidak setuju dengan adanya aksi pada saat ini, dilansir dari akun twitter resminya, Iwan Fals mengatakan “…waduh saya belum baca UU itu, 1000 halaman lebih katanya, tapi menurut saya klo kecewa dgn Omnibuslaw gugat aja ke MK, klo demo kaya gini serem pandeminya itu lo”.
Dilansir dari Jawapos.com, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar meminta rakyat tidak mengandalkan jalur Mahkamah Konstitusi (MK) melalui judicial review terhadap Undang-Undang Cipta Kerja. Sebab jalur tersebut dianggap sia-sia dan tidak membuahkan hasil. “MK hasilnya bisa diduga, meloloskan atau memenangkan rezim karena MK sendiri adalah alat rezim. Kita mesti ingat bahwa komposisi hakim, 3 ditunjuk DPR, 3 ditunjuk Presiden” tegasnya.
Safi’i Kemamang-Buruh Tani
Sebuah tulisan yang dimuat Berdikari Online pada 2017, menyatakan bahwa lagu itu sebenarnya bukan berjudul Buruh Tani, tetapi Pembebasan. Lagu ini dibuat oleh penciptanya saat masih bergabung di Partai Rakyat Demokratik (PRD), tetapi masih bergerak secara bawah tanah. Menurut penciptanya, perjuangan politik tanpa musik akan terasa sangat kering. Sebenarnya, lagu ini sangat gampang ditemukan pada hampir setiap aksi dan dinyanyikan bersama-sama.
Darah Juang
Dilansir dari Tirto, lagu ini diciptakan pada awal 1990-an, lagu ini popular di kalangan aktivis mahasiswa. Lagu ini juga ikut mewarnai tumbangnya Soeharto dari tampuk kekuasaannya. Bahkan ikut dinyanyikan saat peserta aksi menduduki gedung DPR/MPR di Jakarta pada Mei 1998. Lagu ini juga amat sering ditemukan saat demonstrasi di zaman sekarang.
Masih banyak lagi lagu yang bisa dianggap sebagai lagu perjuangan, lagu perlawanan, atau bahkan lagu pembangkangan. Untuk saat ini, lagu-lagu itu cukup gampang dicari di platform manapun dengan keyword “reformasi dikorupsi” atau “mosi tidak percaya”.